Prasejarah
Replika
tempurung kepala manusia Jawa yang pertama kali ditemukan di Sangiran
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke
Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 60 000 sampai 70
000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia.[3] Mereka, yang berfenotipe kulit gelap dan rambut ikal rapat,
menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa
Austronesia dengan
kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak
3000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan
Dongson). Proses
migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat,
mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk
setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta
teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad
ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat, praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah
terbentuk pemukiman-pemukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin
sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban
berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering
kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau
saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
Pada abad
ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak
Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.
Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah
sejauh Jawa Barat dan Semenanjung
Melayu. Abad ke-14
juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas
wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh
Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan
dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir
di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan
bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara
dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]
Menurut
sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga
abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab
muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang
ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin
Abdul Aziz dari
Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam
kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu
raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya
terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi
pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak
wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak
menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang
sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda
persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat
mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada
saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja
Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun
dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi
ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi
politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan
Peureulak didirikan
pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan
Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya
seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian
semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran,
menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di
kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua
agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran
Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena
para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang
dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan
keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh
inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para
pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena
umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru
tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan
Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik
dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, Kerajaan Iha, Kesultanan
Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.
[sunting] Kolonisasi Portugis dan Spanyol
Dari Sungai Tagus yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi
Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan,
melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan
ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas
kala itu.
”Pada abad
16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu
diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata
Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu
didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai
petualangan ke timur.
Museum
Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan oleh Raja
Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain
patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu.
Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar
Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir
kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang
perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau
merica.
Ada sejumlah
motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah
dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five
Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli
sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke
Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis,
yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah
emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran
agama Katolik.
Menurut Uka,
Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis di
Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin
langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal
besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10
Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia
ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de
Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
[sunting] Periode Kejayaan Portugis di
Nusantara
Periode
1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi
Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk menuju Pulau
Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun
1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun
1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian
dagang, terutama lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada
tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua,
satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang
sama dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini
menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan
perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun
1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao
untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku.
Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan
menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus
menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.
Kehadiran
Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak
sejarah yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh komunitas lokal di
Nusantara, khususnya flores, Solor dan Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang
terletak di bagian Utara Jakarta, antara Kali Cakung, pantai Cilincing dan
tanah Marunda.
Bangsa Eropa
pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu
2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco
Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin
persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan
Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di
Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan
dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan
sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen. Salah seorang
misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546,
kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa
kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk
melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada
tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575),
membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan
Ambon.
Perlawanan
rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya
di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan
pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada
Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram,
dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian
besar wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya
VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di
Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC,
perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350
tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis,
Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban
kebrutalan VOC.
kemudian
mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512 membangun
Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan Spanyol maka
daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660).
Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca
buku :Sejarah Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong).
Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir
Portugis dari Ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor
timur (sejak 1515).
Kolonialisme
dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali
dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin
Cornellis de Houtman pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan
berdagang.
[sunting] Perlawanan Rakyat terhadap
Portugis
Kedatangan
bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan
perintah dari negaranya untuk berdagang.
[sunting] Perlawanan Rakyat Malaka terhadap
Portugis
Pada tahun
1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka.
Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513
mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada
tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai
Banten,Sunda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh
Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi
Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.
[sunting] Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun
1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat
perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa,
Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
[sunting] Perlawanan Rakyat Maluku terhadap
Portugis
Bangsa
Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis
berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis
karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli
perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun
1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir
Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan
Hairun dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat
diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng
Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis
diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
Ferdinand Magelhaens (kadang juga ditulis Ferdinan) Magelan. Karena tokoh
inilah, yang memimpin armada yang pertama kali mengelilingi dunia dan
membuktikan bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Spanyol bersama bangsa Eropa lain, terutama
Portugis,Inggris dan Belanda.
”Pada abad
16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu
diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui samudera.
Pada tanggal
20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria, dan Santiago—yang
terbesar hingga yang terkecil—mengikuti kapal induk Magelhaens, Trinidad, kapal
terbesar kedua, seraya mereka berlayar menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13
Desember, mereka mencapai Brasil, dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau
Pegunungan Sugarloaf, yang mengesankan, mereka memasuki teluk Rio de Janeiro
yang indah untuk perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan
ke selatan ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el
paso, jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara itu,
udara semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31
Maret 1520, Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim salju di pelabuhan San
Julián yang dingin.
Pelayaran
tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama daripada pelayaran
Columbus mengarungi Samudra Atlantik yang pertama kali—dan belum terlihat satu
selat pun! Semangat juang mereka mulai sedingin cuaca di San Julián, dan
pria-pria, termasuk beberapa kapten serta perwira, merasa putus asa dan ingin
pulang saja. Tidaklah mengherankan bila terjadi pemberontakan. Namun, berkat tindakan
yang cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua pemimpin
pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran
kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian penduduk lokal yang
kuat—dan berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil dibandingkan dengan
raksasa-raksasa ini, para pengunjung tersebut menyebut daratan itu
Patagonia—dari kata Spanyol yang berarti "kaki besar"—hingga hari
ini. Mereka juga mengamati 'serigala laut sebesar anak lembu, serta angsa
berwarna hitam dan putih yang berenang di bawah air, makan ikan, dan memiliki
paruh seperti gagak'. Tentu saja tidak lain tidak bukan adalah anjing laut dan
pinguin!
Daerah
lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara tiba-tiba, dan
sebelum musim dingin berakhir, armada itu mengalami korban pertamnya—Santiago
yang kecil. Namun, untunglah para awaknya dapat diselamatkan dari kapal yang
karam itu. Setelah itu, keempat kapal yang masih bertahan, bagaikan ngengat
kecil bersayap yang terpukul di tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung
reda, berjuang sekuat tenaga menuju ke selatan ke perairan yang semakin
dingin—hingga tanggal 21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang
membeku, semua mata terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya!
Akhirnya, mereka berbalik dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai
Selat Magelhaens! Namun, bahkan momen kemenangan ini ternoda. San Antonio
dengan sengaja menghilang di tengah jaringan rumit selat itu dan kembali ke
Spanyol.
Ketiga kapal
yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di antara tebing-tebing
berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati selat yang berkelok-kelok itu.
Merek mengamati begitu banyaknya api di sebelah selatan, kemungkinan dari
perkemahan orang Indian, jadi mereka menyebut daratan itu Tierra del Fuego,
“Tanah Api”.
Tiba di
Pilipina Magelhaens mengajak para penduduk lokal dan pimpinan mereka untuk
memeluk agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi bencana, dimana kemudian
ia terlibat dalam pertikaian antarsuku. Hanya dengan dibantu kekuatan 60 pria,
ia menyerang sekitar 1.500 penduduk pribumi, dengan keyakinan bahwa meskipun
harus melawan senapan busur, senapan kuno, namun Tuhan akan menjamin
kemenangannya. Akan tetapi yang terjadi adalah Sebaliknya, ia dan sejumlah
bawahannya tewas. Magelhaens pada saat itu berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta
yang setia meratap, 'Mereka membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan
penuntun sejati kita'. Beberapa hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya
menyaksikan dari kapal mereka, dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya
bersahabat.
Dikarenakan jumlah awak kapal yang tersisa hanya sedikit, sehingga tidak
mungkin untuk berlayar menggunakan tiga kapal, mereka kemudian menenggelamkan
Concepción dan berlayar dengan dua kapal yang masih tersisa, Trinidad dan
Victoria ke tujuan terakhir mereka, yaitu kepulauan Rempah. Setelah ke 2 kapal
tersebut diisi penuh dengan rempah-rempah, kemudian kedua kapal itu kembali
berlayar secara terpisah. Akan tetapi salah satu dari ke 2 kapal
tersebut,Trinidad tertangkap oleh Portugis dan kemudian awak kapalnya
dipenjarakan.
Namun,
Victoria, di bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián de Elcano, luput.
Sambil menghindari semua pelabuhan kecuali satu, mereka mengambil risiko
melewati rute Portugal mengelilingi Tanjung Harapan. Namun, tanpa berhenti
untuk mengisi perbekalan merupakan strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya
mencapai Spanyol pada tanggal 6 September 1522—tiga tahun sejak keberangkatan
mereka—hanya 18 pria yang sakit dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun
demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang pertama yang berlayar
mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun menjadi pahlawan. Sungguh suatu
hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoria seberat 26 ton menutup ongkos seluruh
ekspedisi!
Ketika satu
kapal yang selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan
perjalanan mengelilingi dunia yang pertama kali, hanya 18 orang laki-laki dari
237 laki-laki yang berada di kapal pada awal keberangkatan. Di antara yang selamat,
terdapat dua orang Itali, Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino
de Judicibus (bahasa Spanyol: Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa[1]
yang bertindak sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan
pada perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan
Rempah-rempah Indonesia. [2] Sejarah perjalanannya diabadikan dalam pendaftaran
nominatif pada Archivo General de Indias di Seville, Spanyol. Nama keluarga ini
disebut dengan patronimik Latin yang tepat, yakni: "de Judicibus".
Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel Concepción, satu dari lima armada
Spanyol milik Magellan. Martino de Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar
kapten. (baca selengkapnya dalam buku "Sejarah Kolonial Spanyol di
Indonesia" oleh David DS Lumoindong.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado
Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut
kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano.
Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter
ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo.
Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan
ikan dan garam.
Gudang Kopi
Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya dan
digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk
dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado sebagai menjadi pusat
niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado
dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541.
Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi
ekspor masyarakat pedalaman Manado dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis
pengembangan gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah
pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan
berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik
di Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.
Kemunculan
nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang dilakukan
Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di Ternate .
Untuk itu Portugis melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado
dan Minahasa pada 1563 dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba
Adu Pengaruh di Laut Sulawesi
Antara
Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan Tafure. Kemudian
kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa. Waktu itu
terjadi persaingan Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau
tersebut. Pandey asal Tombulu yang menjadi raja di pulau itu lari dengan armada
perahunya kembali ke Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di
Gorontalo. Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba
di Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia ahli
menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari Mongondouw di
wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate dengan nama
“Watasina” karena ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk menhalau
Spanyol dari wilayah itu (buku “De Katholieken en hare Missie” tulisan A.J. Van
Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan Spanyol bersekongkol membunuh raja
Ternate sehinga membuat keributan besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang
Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di
Ratahan melalui Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung.
Para budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu
bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang dapat
kita ambil dari kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah ini adalah
Touwuntu di wilayah dataran rendah sampai tepi pantai Toulumawak di pegunungan,
mereka adalah keturunan Opok Soputan abad ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini
muncul lagi sebagai kepala walak wilayah itu abad 16 dengan kepala walak kakak
beradik Raliu dan Potangkuman. Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari
penduduk asli dan para pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea,
Ternate dan tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
[sunting] Perjuangan Minahasa Melawan
Spanyol
Ratu Oki
berkisar pada tahun 1644 sampai 1683. Waktu itu, terjadi perang yang hebat
antara anak suku Tombatu (juga biasa disebut Toundanow atau Tonsawang) dengan
para orang-orang Spanyol. Perang itu dipicu oleh ketidaksenangan anak suku
Tombatu terhadap orang-orang Spanyol yang ingin menguasai perdagangan terutama
terhadap komoditi beras, yang kala itu merupakan hasil bumi andalan warga Kali.
Di samping itu kemarahan juga diakibatkan oleh kejahatan orang-orang Spanyol
terhadap warga setempat, terutama kepada para perempuannya. Perang itu telah
mengakibatkan tewasnya 40 tentara Spanyol di Kali dan Batu (lokasi Batu Lesung
sekarang – red). Naasnya, di pihak anak suku Tombatu, telah mengakibatkan
tewasnya Panglima Monde bersama 9 orang tentaranya. Panglima Monde tidak lain
adalah suaminya Ratu Oki. Menurut yang dikisahkan dalam makalah itu, Panglima
Monde tewas setelah mati-matian membela istrinya, Ratu Oki.Menurut P.A. Gosal,
dkk., dalam masa kekuasaan Ratu Oki, anak suku Toundanow (sebutan lain untuk
anak suku Tombatu atau Tonsawang) yang mendiami sekitar danau Bulilin hidup
sejahtera, aman dan tenteram. “Atas kebijaksanaan dan kearifannya memimpin anak
suku Toudanow maka Ratu Oki disahkan juga sebagai Tonaas atau Balian. Selama
kepemimpinnan Ratu Oki, Spanyol dan Belanda tidak pernah menguasai atau
menjajah anak Toundanow,”
Perang
Minahasa lawan Spanyol
Para pelaut
awak kapal Spanyol berdiam di Minahasa dan bahkan membaur dengan masyarakat.
Mereka menikah dengan wanita-wanita Minahasa, sehingga keturunan mereka menjadi
bersaudara dengan warga pribumi.
Tahun 1643
pecah perang Minaesa Serikat melawan kerajaan Spanyol. dalam suatu peperangan
di Tompaso, pasukan spanyol dibantu pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul
kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minaesa, dikejar hingga dipantai
tapi
Tahun 1694
dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul
kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minahasa, dikejar hingga ke pantai
tapi dicegah dan ditengahi oleh Residen V.O.C. Herman Jansz Steynkuler. Pada
tahun 1694 bulan September tanggal 21, diadakanlah kesepakatan damai, dan
ditetapkan perbatasan Minahasa adalah sungai Poigar. Pasukan Serikat Minaesa
yang berasal dari Tompaso menduduki Tompaso Baru, Rumoong menetap di Rumoong
Bawah, Kawangkoan mendiami Kawangkoan bawah, dan lain sebagainya.
Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih otonom
tetapi lama kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi dengan diangkatnya
raja menjadi pejabat pemerintahan Belanda, sehingga raja tinggal menjadi
pejabat wilayah setingkat 'camat'.
[sunting] Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk
perairan Indonesia
Awak kapal
Trinidad yang ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan kemudian dengan bantuan
pelaut Minahasa dan Babontewu dari kerajaan Manado mereka dapat meloloskan
diri. Ke 12 pelaut ini kemudian berdiam dipedalaman Minahasa, ke Amurang terus
ke Pontak, kemudian setelah beberapa tahun mereka dapat melakukan kontak
kembali dengan armada Spanyol yang telah kembali ke Pilipina. 1522 Spanyol
memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado
Minahasa
memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan usaha
penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun
1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan cara menipu Kepala Walak
Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari Benggala India yang dibawa Portugis ke
Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas
tali yang dibuat dari kulit sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang
Mongodouw untuk menduduki benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an
sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak
(Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah Tonaas Wuri' Muda.
Nama Kema
dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer Spanyol ketika
Bartholomeo
de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di daerah yang disebutnya
‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau
juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol berada di muara sungai Kema, yang
disebut oleh Belanda, "Spanyaardsgat, " atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F.
Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah mendarat di Kema tepat 100 tahun
sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri Pakasaan Tonsea sejak era
pemerintahan Xaverius Dotulong, setelah taranak-taranak Tonsea mulai
meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure dan mendirikan perkampungan-
perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3 Februrari 1770 kepada
Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I. Runtukahu Lumanauw
tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini diperkuat oleh para
Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi, putera sulung dari
beberapa dotu bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate dalam surat
balasannya kepada Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama
Kema
Misionaris
Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat laporan perjalanannya pada 17
November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang mengacu pada istilah Spanyol,
adalah nama pegunungan yang membentang dari Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa
kata ‘Kima’ berasal dari bahasa Minahasa yang artinya Keong. Sedangkan
pengertian ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau
juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan perbuatan pelaut Spanyol
sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur Robertus Padtbrugge dalam
memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan tempat ini dengan sebutan
"Kemas of grote Oesterbergen, " artinya adalah gunung-gunung besar
menyerupai
Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di
wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik
Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain sebagai pelabuhan
untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi akibat
pertentangan antara Manado dengan Kema oleh sengketa sarang burung di pulau
Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan
ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung Tua Kema adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan
Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja Katholik Roma memperluas wilayah yang
dilakukan kesultanan Ottoman di Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis
dan Spanyol juga tempat pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal
Konstantinopel ketika dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453.
Pemukiman tersebut menyertakan alih pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa
Selatan. Sejak itupun Portugis dan Spanyol menjadi adikuasa di Eropa. Alih
pengetahuan diperoleh dari pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi
kedua negeri Hispanik itu melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar
daratan Eropa dan Mediterania. Sasaran utama adalah Asia-Timur dan
Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah antara kedua negeri terbagi dalam
perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis kearah Timur sedangkan Spanyol ke
Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi itu bulat. Baru disadari ketika
kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu di perairan Laut Sulawesi.
Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi proses reformasi gereja, karena
tidak semua yang menjadi "fatwa" gereja adalah Undang-Undang, hingga
citra kekuasaan Paus sebagai penguasa dan wakil Tuhan di bumi dan sistem
pemerintahan absolut theokratis ambruk. Keruntuhan ini terjadi dengan munculnya
gereja Protestan rintisan Martin Luther dan Calvin di Eropa yang kemudian
menyebar pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan Amerika.
Dari kesepakatan
Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari pesisir pantai Afrika dan samudera
Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan
dan melayari samudera Pasifik. Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol
pimpinan Ferdinand Maggelan menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan
kepulauan Sangir dan Talaud di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah
persaingan di perairan Laut Sulawesi dan Maluku Utara, kedua belah pihak
memperbarui jalur lintas melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529.
Perjanjian tersebut membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas
derajat lintang timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian
tersebut,
Spanyol
merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga dengan gugusan kepulauan
penghasil rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan ekspedisi menuju Pasifik Barat
pada 1542. Pada bulan Februari tahun itu lima kapal Spanyol dengan 370 awak
kapal pimpinan Ruy Lopez de Villalobos menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico
. Tujuannya untuk melakukan perluasan wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi
perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari
pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan Utara disebut Filipina,
di ambil dari nama putera Raja Carlos V, yakni Pangeran Philip, ahli waris
kerajaan Spanyol. Sekalipun Filipina tidak menghasilkan rempah-rempah, tetapi
kedatangan Spanyol digugusan kepulauan tersebut menimbulkan protes keras dari
Portugis. Alasannya karena gugusan kepulauan itu berada di bagian Barat, di
lingkungan wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika-Tengah,
Spanyol tetap menghendaki konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang juga
ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus
mundur ke Filipina. Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara
yang sebelumnya menjadi kantong ekonomi dan menjalin hubungan dengan masyarakat
Minahasa.
Pengenalan
kuliner asal Spanyol di Minahasa
Peperangan
di Filipina Selatan turut memengaruhi perekonomian Spanyol. Penyebab utama
kekalahan Spanyol juga akibat aksi pemberontakan pendayung yang melayani
kapal-kapal Spanyol. Sistem perkapalan Spanyol bertumpu pada pendayung yang
umumnya terdiri dari budak-budak Spanyol. Biasanya kapal Spanyol dilayani
sekitar 500 - 600 pendayung yang umumnya diambil dari penduduk wilayah yang
dikuasai Spanyol. Umumnya pemberontakan para pendayung terjadi bila ransum
makanan menipis dan terlalu dibatasi dalam pelayaran panjang, untuk
mengatasinya Spanyol menyebarkan penanaman palawija termasuk aneka ragam cabai
(rica), jahe (goraka), kunyit dll.
Kesemuanya
di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai untuk persediaan logistik makanan
awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu
budaya makan "pidis" yang di ramu dengan berbagai bumbu masak yang
diperkenalkan pelaut Spanyol menyebar pesat dan menjadi kegemaran masyarakat
Minahasa.
Ada pula
yang menarik dari peninggalan kuliner Spanyol, yakni budaya Panada. Kue ini
juga asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa oleh Spanyol melalui
lintasan Pasifik. Bedanya, adonan panada, di isi dengan daging sapi ataupun
domba, sedangkan panada khas Minahasa di isi dengan ikan.
Kota Kema
merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan "pendayung"
yang menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur mereka. Mereka menikahi
perempuan-perempuan penduduk setempat dan hidup turun-temurun. Kema kemudian
juga dikenal para musafir Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur
dan berasimilasi dengan penduduk setempat, sehingga di Kema terbentuk
masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk dan hidup
berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa tidak
canggung dan mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.
Pergerakan
Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa
juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun
1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang
Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu
itu. Perang terbuka terjadi nanti pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu
adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei
(ksatria-ksatria Minahasa).
[sunting] Dampak Spanyol Bagi Ekonomi
Indonesia Utara
Diplomasi
para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol
dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga
laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan
memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab jalur niaga ini sangat
bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak itupun pelabuhan
Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut memengaruhi pengembangan
kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak,
pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat
di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke
Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat
laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan
semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut Cina Selatan, Selat
Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang merupakan pusat
perdagangan dunia.
Sebagai
akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut Sulawesi secara langsung
dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua komoditi diseluruh
gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua jaringan
tata-niaga dibawah kebijakan satu pintu. Penekanan ini membawa derita
berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk pedalaman Minahasa.
[sunting] Garis waktu kolonialisasi
- 1521 Spanyol memulai
petualangannya di Sulawesi Utara
- 1560 Spanyol mendirikan pos di
Manado.
- 1617 Gerakan perlawanan rakyat
Minahasa di Sulawesi Utara untuk mengusir kolonial Spanyol.
- 1646 Spanyol di usir dari
Minahasa dan Sulawesi Utara. Tahun selanjutnya Spanyol masih mencoba
memengaruhi kerajaan sekitar untuk merebut kembali minahasa tapi gagal,
terakhir dengan mendukung Bolaang Mongondow yang berakhir tahun 1692.
- 1509 Portugis tiba pertama kali
di Melaka.
- 1511 April, Admiral Portugis
Alfonso de Albuquerque memutuskan berlayar dari Goa ke Melaka.
- 10 Agustus, Pasukan
Albuquerque menguasai Melaka.
- Sultan Melaka melarikan diri
ke Riau.
- Portugis di Melaka
menghancurkan armada Jawa. Kapal mereka karam dengan seluruh hartanya
dalam perjalanan kembali ke Goa.
- Patih Unus menaklukkan Jepara
- Desember, Albuquerque mengirim
tiga kapal di bawah Antonio de Abreu dari Melaka untuk menjelajah ke arah
Timur.
- 1512 Perjalanan ekspedisi De
Abreu dari Melaka menuju Madura, Bali, Lombok, Aru dan Banda.
- Dua kapal rusak di Banda. Da
Breu kembali ke Melaka; Francisco Serrão memperbaiki kapal dan
melanjutkan menuju ke Ambon, Ternate, dan Tidore. Serrão menawarkan
dukungan bagi Ternate dalam perselisihannya dengan Tidore, pasukannya
mendirikan sebuah pos Portugis di Ternate.
- 1513 Pasukan dari Jepara dan
Palembang menyerang Portugis di Melaka, tetapi berhasil dipukul mundur.
Maret, Portugis mengirim seorang duta menemui Raja Sunda di Pajajaran. Portugis diizinkan untuk
membangun sebuah benteng di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta).
- Portugis menghubungi Raja
Udara, anak dari Girindrawardhana dan penguasa bekas kerajaan Majapahit
- Portugis membangun
pabrik-pabrik di Ternate dan Bacan.
- Udara menyerang Demak dengan
bantuan dari Raja Klungkung dari Bali. Pasukan Majapahit dipukul mundur,
tapi Sunan Ngudung tewas dalam pertempuran. Banyak pendukung Majapahit
melarikan diri ke Bali.
- 1514
- Ali Mughayat Syah mendirikan
Kesultanan Aceh, dan menjadi Sultan Aceh pertama.
- 1515
- Portugis pertama kali tiba di
Timor.
- 1518
- Sultan Mahmud dari Melaka
mengambil alih kekuasaan di Johore.
- Raden Patah meninggal dunia;
Patih Unus menjadi Sultan Demak.
- 1520
- Aceh mulai menguasai pantai
timur laut Sumatra.
- Rakyat Bali menyerang Lombok.
- Para pedagang Portugis mulai
mengunjungi Flores dan Solor.
- Banjar di Kalimantan menjadi
Islam.
- 1521
- Unus memimpin armada dari
Demak dan Cirebon melawan orang-orang Portugis di Melaka. Unus terbunuh
dalam pertempuran. Trenggono menjadi Sultan Demak.
- Portugis merebut Pasai di Sumatra;
- Gunungjati (dari Cirebon)
meninggalkan Pasai berangkat ke Mekkah.
- Kapal terakhir dari ekspedisi
Magelhaenz mengeliling dunia berlayar antarapulau Lembata dan Pantar di
Nusa Tenggara.
- 1522
- Februari ekspedisi Portugis di
bawah De Brito tiba di Banda.
- Mei, ekspedisi De Brito tiba
di Ternate, membangung sebuah benteng Portugis.
- Kerajaan Sunda, yang masih beragama Hindu,
meminta bantuan Portugis untuk menghadapi kemungkinan serangan Demak yang
Muslim. Kontrak kerjasama ditandatangani dan sebuah padrao didirikan di Sunda Kalapa
- Sisa-sisa ekspedisi Magelhaenz
berkeliling dunia mengunjungi Timor.
- Portugis membangun benteng di
Hitu, Ambon.
- 1523
- Gunungjati kembali dari
Mekkah, kembali ke Cirebon, dan menetap di Demak, menikahi saudara
perempuan Sultan Trenggono.
- 1524
- Gunungjati dari Cirebon dan
anaknya Hasanuddin (di Banten) melakukan dakwah secara terbuka dan
rahasia di Jawa Barat untuk memperlemah Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran dan persekutuannya dengan
Portugis. Pemerintah lokal di Banten, yang tadinya tergantung pada
Pajajaran, masuk Islam dan bergabung dengan pihak Cirebon dan Demak.
- Aceh merebut Pasai dan Pedir
di Sumatra utara.
- 1525
- Hasanuddin (dari Banten}, anak
dari Gunungjati (dari Cirebon), melakukan dakwah di Lampung.
- 1526
- Portugis membangun benteng
pertama di Timor.
- 1527
- Demak menaklukkan Kediri,
sisa-sisa Hindu dari kerajaan Majapahit; Sultan-sultan Demak mengklaim
sebagai pengganti Majapahit; Sunan Kudus ikut serta.
- Demark merebut Tuban.
- Cirebon, dibantu Demak,
menduduki Sunda
Kelapa,
pelabuhan Kerajaan
Sunda.
Fatahilah mengganti namanya menjadi Jayakarta. (Sukses ini dikatakan
berkat pimpinan "Fatahillah"—atau, sesuai dengan kekeliruan
ucapan Portugis, "Falatehan"—namun mungkin ini adalah nama yang
diberikan kepada Sunan Gunungjati dari Cirebon.) Para penjaga
keamanan pelabuhan Kerajaan Sunda didorong mundur meninggalkan daerah
pesisir. Dengan demikian pembangunan gudang atau benteng sesuai
perjanjian dagang antara Portugis dengan Kerajaan Sunda batal terwujud.
- Kerajaan Palakaran di Madura,
yang berbasis di Arosbaya (kini Bangkalan), menjadi Islam di bawah Kyai
Pratanu.
- Ekspedisi dari Spanyol dan
Meksiko berusaha mengusir Portugis dari Maluku.
- 1529
- Demak menaklukkan Madiun.
- Raja-raja Spanyol dan Portugal
sepakat bahwa Maluku harus menjadi milik Portugal, dan Filipina menjadi
milik Spanyol.
- 1530
- Salahuddin menjadi Sultan
Aceh.
- Surabaya dan Pasuruan takluk
kepada Demak. Demak merebut Balambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung
timur Jawa.
- Gowa mulai meluas dari dari
Makassar.
- Banten memperluas pengaruhnya
atas Lampung.
- 1536
- Serangan besar Portugis
terhadap Johore.
- Antonio da Galvão menjadi
gubernur di pos Portugis di Ternate; mendirikan pos Portugis di Ambon.
- Portugis membawa Sultan
Tabariji dari Ternate ke Goa karena mencurigainya melakukan
kegiatan-kegiatan anti Portugis activity, menggantikannya dengan
saudara-saudaranya.
- 1537
- Serangan Aceh atas Melaka
gagal. Salahuddin dari Aceh digantikan oleh Alaudin Riayat Syah I.
- 1539
- Aceh menyerang suku Batak di
selatan mereka.
- 1540
- Portugis berhubungan dengan
Gowa.
- Kesultanan Butung didirikan.
- 1545
- Demak menaklukkan Malang.Gowa
membangun benteng di Ujung Pandang.
- 1546
- Demak menyerang Balambangan
namun gagal.
- Trenggono dari Demak meninggal
dan digantikan oleh Prawata. Menantunya, Joko Tingkir memperluas
pengaruhnya dari Pajang (dekat Sukoharjo sekarang).
- St. Fransiskus Xaverius pergi
ke Morotai, Ambon, dan Ternate.
- 1550
- Portugis mulai membangun
benteng-benteng di Flores.
- 1551
- Johore menyerang Portugis
Melaka dengan bantuan dari Jepara.
- Pasukan-pasukan dari Ternate
menguasai Kesultanan Jailolo di Halmahera dengan bantuan Portugis.
- 1552
- Hasanuddin memisahkan diri
dari Demak dan mendirikan Kesultanan Banten, lalu merebut Lampung untuk
Kesultanan yang baru.
- Aceh mengirim duta ke Sultan
Ottoman di Istanbul.
- 1558
- Leiliato memimpin suatu
pasukan dari Ternate untuk menyerang Portugis di Hitu.
- Portugis membangun benteng di
Bacan.
- Ki Ageng Pemanahan menerima
distrik Mataram dari Joko Tinggir, memerintah di Pajang.
- Wabah cacar di Ternate.
- 1559
- Para misionaris Portugis
mendarat di Timor. Khairun menjadi Sultan Ternate.
- 1560
- Portugis mendirikan pos misi
dan perdagangan di Panarukan, di ujung timur Jawa.
- Spanyol mendirikan pos di
Manado.
- 1561
- Sultan Prawata dari Demak
meninggal dunia.
- Misi Dominikan Portugis
didirikan di Solor.
- 1565
- Aceh menyerang Johore.
- Kutai di Kalimantan menjadi
Islam.
- 1566
- Misi Dominikan Portugis di
Solor membangun sebuah benteng batu.
- 1568
- Serangan yang gagal oleh Aceh
di Melaka Portugis.
- 1569
- Portugis membangun benteng
kayu di pulau Ambon.
- 1570
- Aceh menyerang Johore lagi,
namun gagal.
- Sultan Khairun dari Ternate
menandatangani sebuah perjanjian damai dengan Portugis, tetapi esok
harinya ternyata ia diracuni. Agen-agen Portugis dicurigai melakukannya.
Babullah menjadi Sultan (hingga * 1583), dan bersumpah untuk mengusir
Portugis keluar dari benteng-benteng mereka.
- Maulana Yusup menjadi Sultan
Banten.
- 1571
- Alaudin Riayet Shah meninggal,
kekacauan di Aceh hingga 1607.
- 1574
- Jepara memimpin serangan yang
gagal di Melaka.
- 1575
- Sultan Babullah mengusir Portugis
dari Ternate. Karena itu Portugis membangun sebuah benteng di Tidore.
- 1576
- Portugis membangun benteng di
kota Ambon sekarang.
- 1577
- Ki Ageng Pemanahan mendirikan
Kota Gede (dekat Yogyakarta sekarang).
- 1579
- Banten menyerang dan
meluluhlantakkan Pajajaran merebut sisa-sisa Kerajaan
Sunda, dan menjadikannya Islam. Raja Sunda terakhir yang enggan memeluk
Islam, yaitu Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana, meninggalkan
ibukota Kerajaan
Sunda
tersebut dan meninggal dalam pelarian di daerah Banten.
- November, Sir Francis Drake
dari Britania, setelah menyerang kapal dan pelabuhan Spanyol di Amerika,
tiba di Ternate. Sultan Babullah, yang juga membenci orang-orang Spanyol,
mengadakan perjanjian persahabatan dengan Britania.
- 1580
- Maulana Muhammad menjadi
Sultan Banten.
- Portugal jatuh ke tangan
kerajaan Spanyol; usaha-usaha kolonial Portugis tidak dipedulikan.
- Drake mengunjungi Sulawesi dan
Jawa, dalam perjalanan pulang ke Britania.
- Ternate menguasai Butung.
- 1581
- Sekitar saat ini, Kyai Ageng
Pemanahan mengambil alih distrik Mataram (yang telah dijanjikan kepadanya
oleh Joko Tingkir, yang menundanya hingga Sunan Kalijaga dari Wali Songo
mendesaknya), mengubah namanya menjadi Kyai Gedhe Mataram.
- 1584
- Sutawijaya menggantikan
ayahnya Kyai Gedhe Mataram sebagai pemerintah lokal dari Mataram,
memerintah dari Kota Gede.
- 1585
- Sultan Aceh mengirim surat
kepada Elizabeth I dari Britania.
- Kapal Portugis yang dikirim
untuk membangun sebuah benteng dan misi di Bali karam tepat di lepas
pantai.
- 1587
- Sutawijaya mengalahkan Pajang
dan Joko Tingkir meninggal; garis keturunan beralih kepada Sutawijaya.
Gunung Merapi meletus.
- Portugis di Melaka menyerang
Johore.
- Portugis menandatangani
perjanjian perdamaian dengan Sultan Aceh.
- Sir Thomas Cavendish dari
Britania mengunjungi Jawa.
- 1588
- Sutawijaya mengganti namanya
menjadi Senopati; merebut Pajang dan Demak.
- 1590
- Desa asli Medan didirikan.
- 1591
- Senopati merebut Madiun, lalu
Kediri.
- Sir James Lancaster dari
Britania tiba di Aceh dan Penang, tetapi misinya gagal.
- Ternate menyerang Portugis di
Ambon.
- 1593
- Ternate mengepung Portugis di
Ambon kembali.
- 1595
- 2 April, ekspedisi Belanda di
bawah De Houtman berangkat ke Hindia Belanda.
- Suriansyah menjadikan Banjar
di Kalimantan sebuah Kesultanan (belakangan Banjarmasin).
- Portugis membangun benteng di
Ende, Flores.
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi
penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di
antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya
yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia
bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama
hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari
Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia,
Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan
kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang
adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah
Belanda mendekati kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh
pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische
Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan
dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama
VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan
melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di
kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang
non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya,
ketika penduduk Kepulauan
Banda terus
menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan
Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian
mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak
yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi
terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam
beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
[sunting] Kolonisasi pemerintah Belanda
Setelah VOC
jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang
pendek di bawah Thomas
Stamford Raffles, pemerintah
Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam
Perang
Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel
dalam bahasa
Belanda mulai
diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil
perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian
diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para
pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini
adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: Ethische
Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi
orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di
bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan
kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan
fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat
Dagang Islam dibentuk
dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut
setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin
nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan
pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari
mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang
pertama, Soekarno.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan
siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang
bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan
Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan
Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda
yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada Juli
1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk
mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat
memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai memperoleh
penghormatan dari Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari
penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang
hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang
dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran
Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret
1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo membicarakan integrasi nasional dan
melawan individualisme perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru
tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh
wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Mendengar
kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan
seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan
"Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar
melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa
perang, Pasukan Pembela
Tanah Air (PETA),
para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan
menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian
dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara
hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan
baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia
yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah,
Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa
Tenggara.
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan
usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar
Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk
membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha
Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali
ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia,
akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan
negosiasi, Ratu Juliana dari
Belanda memindahkan
kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi
anggota ke-60 PBB.
Tidak lama
setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen
di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen
atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai
politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah
dicapai.
Peran Islam
di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim
lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian
yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.Demokrasi Parlementer, adalah suatu
demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada
badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri.
Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan
oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala
negara.
Pemberontakan
yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya
yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi
baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan
kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan
presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959
hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah
label "Demokrasi
Terpimpin". Dia
juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang
didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi
resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul
di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak
menjadi Gerakan
Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat
kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis
terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan
ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
Pada saat
kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan
barat pulau Nugini (Papua), dan mengizinkan langkah-langkah menuju
pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember 1961.
Negosiasi
dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal,
dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18 Desember sebelum kemudian terjadi
pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962
Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan perbincangan rahasia
dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian
New York pada
Agustus 1962, dan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
[sunting] Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno
menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut
adalah sebuah "rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana
komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu
dengan pembentukan Federasi Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas
pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia
dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk memengaruhi
perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan
Malaysia anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB, presiden
Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada
tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi
ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia
(yang dibantu oleh Inggris).
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa
yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan
persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai
pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya
dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para
pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat
saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan
berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil
alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis
kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah
terjadi di Jawa dan Bali.
Setelah
Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk
melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam
kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama
kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa
jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara
berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden
Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia
dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan
yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan
dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya
melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat
dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya,
kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara
besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di
Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya,
keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.
Setelah
menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan
"Act of Free Choice" (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di
mana 1.025 wakil kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan
latihan dalam bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung
dengan Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan
perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan
Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada
tahun-tahun berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer
yang lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit
yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau
Timor yang dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara
Australia oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak
mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin
sebagian oleh orang-orang yang membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya
membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur dalam sebuah operasi militer yang disebut Operasi Seroja. Indonesia, yang mempunyai dukungan
material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor
Timur mereka akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta
lokasi yang strategis.
Pada
masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui
pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah
Indonesia.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri
dari Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut
serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan,
dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor
Timur, seperti merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober
1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang
mengintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB
(UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga
kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.
Soeharto
mengumumkan pengunduran dirinya didampingi B.J. Habibie.
Pada
pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk
lebih jelas lihat: Krisis
finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir
dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal
dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta
pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta
ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti
ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga
Indonesia.
Era reformasi
Presiden
Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah
kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program
pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi
kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pemerintahan Wahid
Pemerintahan
Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di
bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus
berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama,
terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat
Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan
para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah
kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan
menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik
yang meluap-luap.
Pada Sidang
Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan
pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden
agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di
bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam
pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan
negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih
jabatan presiden tak lama kemudian.Kabinet pada masa pemerintahan Megawati
disebut dengan kabinet gotong royong.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai
antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh
Merdeka yang
bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.